PENERAPAN BERPIKIR ILMIAH DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH (SBM)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berfikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan, merupakan proses yang “dialektis” yang berarti bahwa selama berpikir, pikiran dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan hubungan pengetahuan. Berpikir diperlukan oleh manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Melalui berpikir manusia dapat mengenali masalah, memahami dan memecahkannya. Di kalangan mahasiswa, kegiatan berpikir juga amat diperlukan dalam perkuliahan. Belajar merupakan kegiatan dominan dalam perkuliahan mahasiswa. Menurut Sperling, berpikir merupakan langkah awal di dalam belajar. Berpikir itu sendiri memiliki empat aspek yaitu penyusunan konsep, pemecahan masalah, penalaran formal, dan pengambilan keputusan.

Sejarah dikatakan sebagai ilmu karena merupakan pengalaman masa lampau yang disusun secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah untuk mendapatkan kebenaran mengenai masa lampau. Dan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan maka harus dibuktikan secara keilmuan menggunakan metode-metode dan berbagai standard ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, dan  kebenaran tersebut dapat dibuktikan dengan dokumen yang telah diuji sehingga dapat dipercaya sebagai suatu fakta sejarah.

          Sejarah dianggap sebagai suatu ilmu karena sejarah sendiri mempunyai syarat-syarat ilmu, antara lain:

  1. Adanya objek kajian sejarah ialah kejadian-kejadian di masa lalu yang merupakan sebab akibat;
  2. Adanya metode sejarah yang menghubungkan bukti-bukti sejarah;
  3. Kisah sejarah tersusun secara sistematis dan kronologis;
  4. Kebenaran fakta diperoleh dari penelitian sumber yang disusun secara rasional dan kritik (penilaian) yang sistematis;
  5. Fakta bersifat subjektif karena tiap orang melihat masa lampau dengan cara yang berbeda.

1.2 Rumusan Masalah

  1. Bagaimanakah pengertian berpikir ilmiah?
  2. Bagaimanakah langkah-langkah berpikir ilmiah?
  3. Bagaimanakah penerapan berpikir ilmiah dalam pembelajaran sejarah?

1.3 Manfaat dan Tujuan

  1. Untuk mengetahui pengertian berpikir ilmiah
  2. Untuk mengetahui langkah-langkah berpikir ilmiah
  3. Untuk mengetahui penerapan berpikir ilmiah dalam pembelajaran sejarah

BAB II PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Berpikir Ilmiah

Sebelum lebih jauh menjelaskan apa yang dimaksud berpikir ilmiah, ada baiknya lebih dahulu kita ketahui arti per kata dari kelompok kata tersebut. Pertama  kata berpikir. Berpikir adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Sedangkan menurut Poespoprodjo berpikir adalah suatu aktifitas yang banyak seluk-beluknya, berlibat-libat, mencakup berbagai unsur dan langkah-langkah. Menurut Anita Taylor et. Al. berpikir adalah proses penarikan kesimpulan. Jadi berpikir merupakan sebuah proses tertentu yang dilakukan akal budi dalam memahami, mempertimbangkan, menganalisa, meneliti, menerangkan dan memikirkan sesuatu dengan jalan tertentu atau langkah-langkah tertentu sehingga sampai pada sebuah kesimpulan yang benar. Sedangkan Ilmiah yakni “bersifat ilmu, secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat kaidah ilmu pengetahuan.

Berpikir ilmiah adalah berpikir rasional dan berpikir empiris. Bersifat ilmiah apabila ia mengandung kebenaran secara objektif, karena didukung oleh informasi yang telah teruji kebenarannya dan disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang tajam. Berpikir rasional adalah berpikir menggunakan dan mengandalkan otak atau rasio atau akal budi manusia sedangkan berpikir empiris berpikir dengan melihat realitas empiris, bukti nyata atau fakta nyata yang terjadi di lingkungan yang ada melalui panca indera manusia. Menurut Jujun S (1984) Berfikir ilmiah adalah pola penalaran berdasarkan sasaran tertentu secara teratur dan cermat.

Jadi  memang tidak semua berpikir akan mengahasilkan pengetahuan dan ilmu dan juga tidak semua berpikir disebut berpikir ilmiah. Karena berpikir ilmiah memiliki aturan dan kaidah tersendiri yang harus diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan sehingga proses berpikir mereka bisa dikatakan sebagai produk ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi khalayak ramai dan manusia pada umumnya.

2.2 Langkah-langkah Berpikir Ilmiah

Bagaimanapun juga berpikir ilmiah tetap menggunakan atau memakai proses berpikir ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dikatakan bahwa apa yang dipikirkan termasuk dalam kerangka berpikir ilmiah. Adapun proses berpikir ilmiah menurut Sudjana menempuh langkah-langkah tertentu yang disanggah oleh tiga unsur pokok, yakni pengajuan masalah, perumusan hipotesis, dan verifikasi data.

Menurut Jujun ada lima langkah dalam kerangka berpikir ilmiah. Pertama merumuskan masalah, kedua menyusun kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis, ketiga merumuskan hipotesis, keempat menguji hipotesis dan langkah terakhir adalah menarik suatu kesimpulan. Demikian pula menurut Nazir penelitian menggunakan metode ilmiah sekurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

  • merumuskan serta mendefinisikan masalah,
  • mengadakan studi kepustakaan
  • memformulasikan hipotesa
  • menentukan model untuk menguji hipotesa,
  • mengumpulkan data
  • menyusun, menganalisa dan memberikan interpretasi
  • membuat generalisasi kesimpulan.

Jadi dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya langkah-langkah atau taraf berpikir ilmiah dimulai dengan munculnya sebuah masalah yang kemudian disusun dalam suatu bentuk rumusan masalah, selanjutnya memberikan suatu solusi pemecahannya dalam bentuk jawaban atau kesimpulan yang bersifat sementara terhadap pertanyaan atau permasalahan yang diajukan, setelah itu menentukan cara yang benar untuk menguji hipotesis dengan mengumpulkan data-data dan fakta-fakta empiris yang relevan dengan hipotesis yang diajukan sehingga akan menampakkan apakah benar terdapat fakta dan data nyata tersebut atau tidak. Terakhir dapat ditarik sebuah kesimpulan apakah betul sebuah hipotesis yang telah diajukan itu ditolak atau bahkan diterima,  berdasarkan data dan fakta yang ada, bukan berlandaskan terhadap opini atau asumsi.

Berikut penjelasan langkah-langkah berpikir ilmiah dari dengan didukung pendapat para ahli.

Langkah pertama dalam kerangka berpikir ilmiah adalah perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan hulu dari penelitian, dan merupakan langkah yang penting dan pekerjaan yang sulit dalam penelitian ilmiah. Penting karena rumusan masalah adalah ibarat pondasi rumah atau bangunan, tempat berpijak awal, apabila salah menentukan dan tidak jelas batasan dalam melakukan akan menyulitkan proses selanjutnya. Diantaranya akan menyulitkan seseorang atau pembaca dalam memahami kejelasan judul, sehingga membuat pembaca memahaminya dengan multi tafsir, oleh karena itu kejelasan judul perlu dituangkan dalam perumusan masalah. Perumusan masalah merupakan pedoman dasar yang kuat bagi pelaksanaan penelitian. Khususnya untuk menyusun butir-butir pertanyaan dalam alat (instrumen), angket, pedoman wawancara, pedoman menelusur dokumen dan sebagainya dan  membatasi permasalahan yang akan diteliti.

Dalam perumusan masalah seorang peneliti dituntut untuk teliti dan cermat menentukan batasan-batasan sebuah masalah yang akan diteliti sehingga tidak membuat kabur permasalahan yang diteliti. Perumusan masalah umumnya dan biasanya disusun dalam bentuk kalimat tanya, rumusan harus jelas dan berisi implikasi adanya data untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah, rumusan masalah juga harus merupakan dasar dalam membuat hipotesa dan menjadi dasar bagi judul suatu kegiatan penelitian.

Langkah berikutnya perumusan hipotesis. “Hypo” artinya dibawah dan “thesa” artinya kebenaran. Dalam bahasa Indonesia dituliskan hipotesa, dan berkembang menjadi hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

Pendapat lain mengatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang diajukan terhadap masalah yang telah dirumuskan.21 Oleh karena itulah, suatu hipotesis mesti dikembang dari suatu teori terpercaya. Jika hipotesis itu telah teruji oleh data empirik dan ternyata benar, maka jadilah hipotesa itu menjadi teori atau tesis. Karena berdasarkan isi dan rumusannya hipotesis dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu jenis hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis nol (Ho).

Hipotesis alternatif atau hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok yang berbeda. Sedangkan hipotesis nol (Ho) adalah kebalikan dari hipotesis alternatif, yaitu menyatakan tidak adanya hubungan atau tidak adanya perbedaan antara dua variabel atau lebih. Namun biasanya dalam penelitian deskriptif biasanya hipotesis bertujuan untuk membuat deskripsi mengenai hal yang diteliti, bukan bertujuan untuk menguji hipotesis.

Setelah perumusan hipotesis langkah selanjutnya adalah pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.23 Setiap hipotesis dapat diuji kebenarannya tentu saja dengan menggunakan bukti-bukti empiris serta teknik analisis yang secermat mungkin, karena dengan demikian halnya, maka suatu hipotesis akan menentukan arah dan fokus upaya pengumpulan dan penganalisaan data. Jadi hipotesis adalah usaha untuk mengumpulkan bukti-bukti yang relevan dan berhubungan serta mendukung terhadap hipotesis yang telah diajukan sehingga bisa teruji kebenaran hipotesis tersebut atau tidak dan hal ini sangat penting untuk dilakukan karena tanpa ada proses pengujian hipotesis dalam sebuah penelitian akan sulit penelitian tersebut dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Langkah terakhir dalam kerangka berpikir ilmiah adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan merupakan salah satu faktor yang penting dalam sebuah proses penelitian, kenapa demikian, karena dengan kesimpulan yang ada dalam suatu penelitian akan menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian. Kesimpulan itu berupa natijah hasil dari penafsiran dan pembahasan data yang diperoleh dalam penelitian, sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan  dalam perumusan masalah.

Sedangkan menurut Suharsimi bahwa suatu kesimpulan bukan suatu karangan dari pembicaraan-pembicaraan lain, melainkan hasil proses tertentu “menarik”, dalam arti “memindahkan” sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Menarik sebuah kesimpulan dalam suatu kegiatan penelitian tidak boleh sembarangan tanpa ada suatu data atau fakta yang ada dan diperoleh dalam kegiatan penelitian. Jadi sebuah kesalahan yang fatal apabila penarikan kesimpulan tanpa dilandasi dan berdasarkan data atau fakta yang telah diperoleh, apalagi hanya berdasarkan interpretasi dan opini seorang peneliti. Seharusnya kesimpulan itu menjawab permasalahan yang ada dalam kegiatan penelitian, sehingga antara hipotesis, permasalahan  sangat berhubungan erat dengan kesimpulan. Maksudnya adalah penarikan kesimpulan tidak akan jelas, jika tidak ada data dan fakta yang menjawab sementara dari persoalan atau permasalahan yang telah ditentukan, yang sering disebut dalam istilah penelitian dengan hipotesis. Sehingga terlihat dengan jelas hubungan antara permasalahan, hipotesis dan kesimpulan.

 2.3 Penerapan Berpikir Ilmiah dalam Pembelajaran Sejarah

Secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara peserta didik dan guru, yang berada dalam situasi pendidikan yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu tujuan pembelajaran, guru yang mengajar, peserta didik yang diajar, materi pelajaran, dan metode pembelajaran. Dengan demikian belajar adalah perubahan tingah laku melalui usaha baik dengan pengalaman sendiri atau interaksi dengan lingkungan, dimana dalam dunia pendidikan terjadinya proses interaksi antara peserta didik dan guru memiliki satu tujuan yakni hasil dari perubahan tingkah laku dari interaksi lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Scientific Approach merupakan satu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran dengan menitikberatkan pada penggunaan metode ilmiah dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini di dasari pada esensi pembelajaran yang sesungghnya merupakan sebuah proses ilmiah yang dilakukan oleh siswa dan guru. Pendekatan ini diharapkan bisa membuat siswa berpikir ilmiah, logis, kritis dan objektif sesuai dengan fakta yang ada. Jika merujuk pada data sosialisasi kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain:

  1. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
  2. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
  3. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
  4. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran.
  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya.

Dalam pendekatan ilmiah, ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, membentuk jejaring untuk semua mata pelajaran. Dari hasil pengamatan saya, ada beberapa masalah yang terdapat dalam setiap langkahnya. Antara lain:

  • Mengamati
    Masalah yang terdapat pada proses ini adalah pada aspek waktu, dimana pada proses mengamati memerlukan waktu yang tidak sedikit. Dari segi biaya, proses ini juga memakan biaya yang tak sedikit, sama halnya dengan tenaga yang dikeluarkan.Tingkat konsentrasi dan focus pada proses ini harus tinggi, jika tidak hal ini bisa membuat apa yang ingin pelajari menjadi kabur dan tidak jelas.
  • Menanya
    Pada proses menanya, masalah yang muncul biasanya berasal dari pertanyaan itu sendiri. Kendalanya adalah kesulitan dalam membuat pertanyaan yang baik dan menarik minat siswa serta membuat siswa berpikir kritis terhadap suatu kajian. Dibutuhkan pengalaman sehingga mempunyai keterampilan untuk membuat pertanyaan yang menarik.
  • Menalar
    Pada tahap ini, masalah yang saya temukan adalah cara menumbuhkan keterampilan siswa untuk berpikir induktif dan deduktif serta menarik kesimpulan dari setiap fenomena baik itu khusus ataupun umum.
    Kesulitan lain yang terdapat pada tahap ini adalah menarik hubungan dari setiap fenomena yang ada.
  • Mencoba
    Dalam pelajaran sejarah, tahapan ini salah satunya dilakukan agar peserta didik mampu mengaitkan fakta-fakta sejarah dengan kehidupan sehari-hari. Jika dalam metode pembelajaran ini disebut dengan contextual teaching learning. Masalah yang ada adalah dari kesiapan guru dalam menyajikan pelajaran dan mengaitkannya dengan fenomena yang sekarang terjadi.
  • Membentuk Jejaring

Pada tahap ini siswa dan guru saling bertukar informasi, siswa bisa mengakses informasi dari mana saja termasuk internet. Masalahnya adalah masih banyak guru yang belum bisa memanfaatkan internet dan menggunakannya untuk pembelajaran. Salah satu metode yang bisa digunakan dalam pendekatan scientific learning adalah metode discovery learning.
Menurut Bruner dalam Arends (2008), discovery learning merupakan sebuah metode pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi) Kekurangan yang terdapat dalam metode ini antara lain :

  • Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya
  • Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian


 

BAB III SIMPULAN

Kemampaun berpikir merupakan kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada suatu   proses   intelektual   yang   melibatkan   pembentukan   konsep (conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul (sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi, komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan tindakan.   Berpikir   adalah   satu   keaktifan   pribadi   manusia   yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir untuk menemukan pemahaman yang kita kehendaki.

Dalam hal ini ketrampilan berpikir pada pembelajaran sejarah sangat diperlukan agar siswa memiliki kompetensi artinya kesadaran sejarah sebagai akibat pengembangan pembelajaran intelektual diharapakan dapat lebih menumbuhkan nasionalisme tentang kekuatan suatu bangsa dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya dan global.

Jadi pembelajaran Sejarah bukan hanya untuk menanamkan pemahaman masa lampau hingga masa kini, menumbuhkan perkembanhan masyarakat kebangsaan dan cinta tanah air, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dan memperluas wawasan hubungan masyarakat antar bangsa didunia, melainkan ditekankan pada kegiatan yang dapat memberikan pengalaman untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan kecintaan pada manusia secara universal.

DAFTAR PUSTAKA

 

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Yogyakarta : Rineka Cipta, 1992.

Arifin, Tatang. M. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995

Data Sosialisasi Kuruikulum 2013 dari Kemedikbud RI

Hasan. Hamid, (2012), Pendidikan Sejarah Indonesia: Isu Dalam Ide dan Pembelajaran, Bandung: Rizqi

http://www.bakharuddin.net/2013/09/pendekatan-scientific-untuk-penerapan.html (diakses pada 27 Oktober 2014)

http://budiman2013.blogspot.com/2013/05/metode-penemuan-inquiry-discovery-method.html (diakses pada 27 Oktober 2014)

http://riensuciati99.blogspot.com/2013/04/model-pembelajaran-discovery-penemuan.html (diakses pada 27 Oktober 2014)

Leave a comment